Menempatkan orang pada posisi jabatan penting dengan cara lelang, mungkin hanya dilakukan oleh Richard Joost Lino, Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II. Itulah salah satu terobosan yang dilakukan agar organisasi dikendalikan oleh orang-orang yang kompeten.
Kepada Bisnis, Lino mengungkapkan kiatnya dalam memimpin Pelindo II sejak 2009 dan strateginya untuk memenuhi janji menyiapkan perusahaan tinggal landas sebagai perusahaan kelas dunia serta berbagai masalah yang harus dihadapi. Berikut wawancaranya:
Bagaimana kondisi Pelindo II saat Anda masuk?
Saat hari pertama saya masuk Pelindo, kesan yang muncul, orang-orangnya tidak punya energi. Padahal ini perusahaan kaya. Saya bertekad untuk mengubah dengan memacu kompetensinya. Sebanyak 63 orang saya sekolahkan ke luar negeri sehingga dalam 3 tahun ini akan ada 135 orang yang disekolahkan. Saya targetkan ada 200 orang sekolah ke luar negeri untuk nantinya mampu duduk dalam manajemen yang membawa perusahaan lebih berkualitas dan berkelas dunia untuk pengembangan ke depan.
Refleksi itu ada pada semua lini, mulai dari sisi keuangan dan lainnya. Bidang maintenance dulu sangat jelek sekali, namun sejak 2 tahun saya masuk, kami mencatat pendapatan dua kali lipat dari 2009, yakni menjadi Rp4,6 triliun.
Pendapatan operasi juga naik empat kali, padahal kami belum melakukan investasi untuk infrastruktur, hanya pembenahan SDM. Saya tidak ingin mendengar ada pemangkasan biaya operasi, tetapi yang saya inginkan adalah terobosan baru.
Pada 2008 barang-barang di Tanjung Priok yang sekedar transit untuk kemudian ke Singapura dan Malaysia mencapai 80%, sekarang hanya sekitar 18%. Singapura dan Malaysia tidak ada apa-apanya. Ini yang orang tidak banyak lihat. Pada tahun lalu, jumlah peti kemas hampir mencapia 6 juta TEUs di Tanjung Priok, tetapi kepadatan tidak seperti saat volume baru berkisar 3,7 jutaan. Yang saya lakukan hanya memacu produktivitas dalam arti langkah-langkah strategisnya.
Situasi tersulit apakah yang pernah Anda hadapi?
Ya itu tadi, organisasi seperti tidak ada jiwa. Mengubah semua itu yang tidak mudah. Pada saat saya masuk, kepercayaan dari bawahan ke atasan juga tidak ada. Ini sudah jadi culture bertahun-tahun. Satu level di bawah direksi suka kasak-kusuk agar direksi diganti. Saya bertekad mental seperti ini harus diubah. Salah satu langkah perubahan yang saya lakukan di awal kepemimpinan yakni pada saat pengangkatan general manajer yang memimpin kantor Pelindo di Pelabuhan Panjang, Lampung. Saya melelang jabatan ini, siapa saja boleh mencalonkan diri. Silakan masukkan nama. Ada 15 nama yang masuk, lalu saya cek dan seleksi. Akhirnya tersisa lima nama. Dari lima nama itu saya meminta pandangan orang-orang atau mantan atasannya, sehingga akhirnya hanya bersisa tiga nama. Selanjutnya saya undang pelanggan tetap Pelindo dari perusahaan besar untuk menyeleksi. Didapatlah nama calon general manager yang memang menjadi pilihan pasar.
Pernahkan Anda mengambil keputusan keliru yang kemudian Anda sesali?
Kayaknya belum pernah. Kalau adapun, ada kontinjensi plan. Tidak pernah keputusan yang diambil berakhir menjadi negatif. Back up plan pasti ada dan saya siapkan karena zaman sekarang banyak ketidakpastian.
Pernah berada dalam situasi dilematis?
Ada, yakni bagaimana mengganti orang yang dekat. Saya harus tunjukkan bahwa keputusan saya fair. Pertimbangan pokoknya adalah kompetensi, tidak ada senioritas. Orang bagus harus dijaga dan dipelihara, jangan sampai orang-orang ini keluar. Sebab merekalah yang menjaga perusahaan. Intinya, mengambil keputusan untuk kepentingan yang lebih besar. Dengan demikian saya targetkan dalam 2,5 tahun ke depan, Pelindo II sudah siap tinggal landas menjadi perusahaan berkelas dunia.
Apa keputusan Anda yang dianggap paling monumental?
Kalau secara fisik saya kira infrastruktur yakni pembangunan terminal Pelabuhan Kalibaru, sesuatu yang 1,5 tahun lalu bisa dikerjakan, namun hingga sekarang belum juga direalisasikan. Namun saya percaya, bahwa yang dikedepankan adalah kepentingan negara, karena setelah melihat proyek senilai US$2,2 miliar, ini adalah proyek pelabuhan terbesar di luar China. Mungkin kalau saya sudah pensiun, cerita ini bisa saya bikin menjadi novel. Saya percaya, di negara ini masih banyak orang baik. Pelabuhan Sorong juga akan menjadi pusatnya Indonesia Timur.
Jika terjadi krisis, apa strategi Anda?
Justru saat krisis ekonomi, perlu digenjot pembangunan infrastruktur karena biaya murah serta mampu menciptakan pergerakan ekonomi. Seperti Malaysia, saat krisis mereka membangun sirkuit Sepang dan tol. Seusai krisis mereka siap untuk booming. Nah, kami akan membangun Tanjung Priok tanpa meminta jaminan dari pemerintah. Proyek infrastruktur pelabuhan itu banyak yang bersedia membangun. Banyak yang ngantri. Sumber dana hanya 22% dari kas internal, sisanya dari pihak lain.
Apa rencana aksi korporasi yang akan direalisasikan dalam beberapa tahun ke depan?Pada tahun ini kami akan tingkatkan fasilitas di sejumlah pelabuhan seperti Teluk Bayur, Panjang, Palembang, Pontianak. Saya juga akan perbaiki service level agreement [SLA]. Setiap kapal datang nanti akan ada window-nya, sehingga tidak usah tunggu lama dan ada kepastian jadwal bongkar muat. Ini akan memberikan kepastian usaha.
Selanjutnya, soal dwalling time akan dipangkas. Pada 2011 butuh 6 hari dan pada 2010 pernah sekitar 5 hari. Namun, kami akan turunkan menjadi 3 hari, sehingga akan menaikkan kapasitas hingga dua kali lipat. Kuncinya ada di Bea Cukai. Aturan-aturan yang terkait dengan dokumen selesai 5 hari.
Kami juga akan siapkan sistem Indonesia Logistic Community ICT, di mana ini merupakan bagian dari soft infrastructure yang saya kembangkan. Ditargetkan bisa terbentuk pada Juni 2012 yang merupakan anak usaha bersama dengan PT Telkom.
Kami juga akan mengembangkan delapan anak perusahaan pada tahun ini. Pelabuhan Tanjung Priok akan menjadi anak usaha sendiri, setelah itu akan go public menjadi perusahaan terbuka. Kalibaru yang akan dibangun nanti menjadi PT Pembangunan Pelabuhan Indonesia.
PT Terminal Peti Kemas Indonesia yang mengelola PT Marine Service Indonesia diarahkan untuk pandu dan tunda. Itu beberapa rencana ke depan.
Bagaimana Anda mempersepsikan pelanggan dan pesaing?
Itu yang kadang-kadang dilihat bahwa pelayaran itu bukan pelanggan, tetapi partner. Pelanggan kami adalah pemilik barang. Pelayaran itu partner. Sama-sama mencari yang terbaik untuk pelanggan.
Kami tidak khawatir mengenai pesaing.Tarif kami sudah murah sekali, sehingga tidak ada swasta yang berani bangun pelabuhan.
Berikan saya Pelabuhan Belawan, atau saya beli deh. Saya yakin nanti revenue-nya bisa tiga kali dari sekarang. Ini bisa dilihat dari sejumlah pelabuhan di bawah naungan Pelindo II. Pada tahun ini, kami targetkan pendapatan mencapai Rp5,3 triliun, padahal pada tahun lalu Rp4,6 triliun. Angka ini bahkan dua kali lipat dari posisi 2009 saat saya masuk, yang masih Rp2,3 triliun. Pendapatan dalam 2 tahun bisa naik dua kali lipat padahal saya belum investasi apa-apa.
Bagaimana memperlakukan karyawan yang menentang kebijakan Anda?
Saya lihat sekarang sudah tidak ada lagi yang seperti itu. Dulu setiap hari bisa 100-an SMS yang tidak suka sama pimpinan.
Siapa orang di balik kesuksesan Anda?
Keluarga saya adalah segala-galanya, istri, dan anak. Saya bekerja divbidang pelayaran sejak 1976. Namun, 19 tahun saya berada di luar organisasi ini.
Bagaimana Anda menjaga keseimbangan urusan keluarga dan pekerjaan?Nah, hal ini memang sering dipermasalahkan anak-anak. Waktu saya usaha sendiri, semua jadwal dan urusan ditangani sendiri. Kebebasan inilah yang sekarang terenggut.
Siapa tokoh idola Anda?
Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno. Dia menginspirasi saya sejak saya masih kecil. Saya ingin sama seperti dia, kuliah di Sekolah Teknik Tinggi Bandung atau Institut Teknologi Bandung [ITB] sekarang, dan mau berpindah-pindah demi memperjuangkan kemerdekaan. Selain itu, Jenderal A.H. Nasution karena saat gerilya, kemampuannya memberi komando itu luar biasa.
Apa cita-cita Anda semasa kecil?Laut bagian dari hidup saya. Dari kecil saya hidup di pesisir Halmahera. Saya mau jadi insinyur, sekolah teknik tinggi Bandung, sama seperti Bung Karno.
Apa obsesi Anda yang belum tercapai?
Menekan logistic cost di Indonesia, dengan pelabuhan-pelabuhan yang berfungsi secara efisien. Dengan ICT diharapkan bisa mewujudkannya.
Biodata
Nama : Richard Joost Lino
Tempat, tanggal lahir : Ambon, 7 Mei 1953
Pendidikan
1989 : Master of Business Administration, Institute for Education and Development of Management (IPPM) Jakarta
1979 : International Course on Sediment Transport in Estuarine and Coastal Engineering, Coastal Research Centre, Poona, India
Karir
2009-sekarang : Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Persero)
2005-2008 : Project Director AKR Naning, China
1992-2005 : Senior Port Planner PT Dwipantara Transconsult, Jakarta
1990-1992 : Senior Advisor PT Terminal Batubara Indah 1988-1990: Head of Civil Engineering Subdirectorate Pelindo II
1984-1988 : Head of Planning Subdiroctare Pelindo II.
1983-1984: Head of Planning and Development Department Technical Division, Pelabuhan Tanjung Priok
1980-1982 : Head of Civil Engineering Department Technical Division Pelabuhan Tanjung Priok
1978-1978 : Manager of Technical Department Tanjung Priok Port Development Project (World Bank)
1976-1977 : Technical Staf at Planning Department Directorate General of Sea Communications
www.bisnis.com
0 komentar:
Posting Komentar